BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui berita yang sedang hangat sering disajikan oleh media massa dan menjadi kasus sorotan masyarakat adalah mengenai kasus salah satu badan usaha nirlaba yaitu Bank Century. Bank Century sebagai salah satu lembaga sebagai bank masyarakat terjerat dalam kasus yang sampai saat ini belum berkesudahan dan menjadi misteri tentang hilangnya uang sebesar 6.7 Triliun Rupiah sebagai uang rakyat yang tenggelam begitu saja tanpa jejak kemana pergi bermuaranya uang tersebut. Dapat dilihat disana bahwa pengelolaan badan usaha berbentuk PT tersebut kuranglah baik dan cermat karena bagaimana bisa uang rakyat sebesar 6.7 Triliun Rupiah hilang dan musnah begitu saja. Tentu saja ada tangan-tangan yang tak terlihat yang turut serta dalam kasus tersebut mengambil hak milik rakyat yang dapat kita sebut sebagai korupsi yang sangat melanggar hak asasi manusia lainnya.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat dikemukakakan, yaitu sebagai berikut:

  1. Bentuk badan usaha Bank Century
  2. Bank sebagai lembaga keuangan menurut UU No. 7 Tahun 1992 yang telah direvisi sebagaimana dalam UU No. 10 Tahun 1998
  3. Sumber dana bank
  4. Penyelewengan uang sebesar 6.7 Triliun dalam kasus Bank Century sebagai salah satu kelemahan dari badan usaha tersebut dalam menjalankan usaha bisnisnya sebagai salah satu lembaga keuangan di Indonesia

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui lebih dalam mengenai bentuk-bentuk perusahaan lebih dalam lagi sebagaimana diajarkan dalam mata kuliah Pengantar Bisnis.
  2. Mengetahui lebih dalam mengenai seluk beluk bank sebagai lembaga keuangan di Indonesia.
  3. Mengkaji lebih dalam mengenai kasus Bank Century yang sedang hangat dibicarakan dan ditangani ditengah-tengah masyarakat.

1.4 Sistematika

Dalam penulisan makalah yang berjudul “Lembaga Keuangan Bank dan Kasus Penyelewengan Dana Bank Century” maka sistematika penulisan yang dipakai dan disusun adalah sebagai berikut:

Bab I yang merupakan Bab Pembukaan, terdiri dari Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan, dan Sistematika.

Bab II selanjutnya terbagi atas lima pembahasan yang mengulas tentang  Bentuk badan usaha Bank Century, bank sebagai lembaga keuangan menurut UU No. 7 Tahun 1992, jenis-jenis lembaga keuangan menurut fungsinya, sumber dana bank, penyelewengan uang sebesar 6.7 Triliun dalam kasus Bank Century sebagai salah satu kelemahan dari badan usaha tersebut dalam menjalankan usaha bisnisnya sebagai salah satu lembaga keuangan di Indonesia

BAB II

TEORI TENTANG BENTUK-BENTUK BADAN USAHA

1. Badan Usaha / Perusahaan Perseorangan atau Individu

Perusahaan perseorangan adalah badan usaha kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tententu. Semua orang bebas membuat bisnis personal tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, terbatasnya jenis serta jumlah produksi, memiliki tenaga kerja / buruh yang sedikit dan penggunaan alat produksi teknologi sederhana. Contoh perusahaan perseorangan seperti toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain sebagainya.

Ciri dan sifat perusahaan perseorangan :

– relatif mudah didirikan dan juga dibubarkan.

-tanggung jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta pribadi

– tidak ada pajak, yang ada adalah pungutan dan retribusi

– seluruh keuntungan dinikmati sendiri

– sulit mengatur roda perusahaan karena diatur sendiri

-keuntungan yang kecil yang terkadang harus mengorbankan penghasilan yang lebih besar

– jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup

– sewaktu-waktu dapat dipindah tangankan

2. Perusahaan / Badan Usaha Persekutuan / Partnership

Perusahaan persekutuan adalah badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau lebih yang secara bersama-sama bekerja sama untuk mencapai tujuan bisnis. Yang termasuk dalam badan usaha persekutuan adalah firma dan persekutuan komanditer alias cv. Untuk mendirikan badan usaha persekutuan membutuhkan izin khusus pada instansi pemerintah yang terkait.

  1. Firma

Firma adalah suatu bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap pemiliknya.

Ciri-ciri dan sifat dari Firma:

– Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi.
– Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin
– Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota yang lainnya.
– keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup
– seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma
– pendiriannya tidak memelukan akte pendirian
– mudah memperoleh kredit usaha

b. Persekutuan Komanditer / CV / Commanditaire Vennotschaap

CV adalah suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi dan pihak lainnya hanya menyertakan modal saja tanpa harus melibatkan harta pribadi ketika krisis finansial. Yang aktif mengurus perusahaan cv disebut sekutu aktif, dan yang hanya menyetor modal disebut sekutu pasif.

Ciri dan Sifat CV :

– sulit untuk menarik modal yang telah disetor
– modal besar karena didirikan banyak pihak
– mudah mendapatkan kridit pinjaman
– ada anggota aktif yang memiliki tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal menunggu keuntungan

– relatif mudah untuk didirikan
– kelangsungan hidup perusahaan cv tidak menentu

3. Perseroan Terbatas / PT / Korporasi / Korporat

Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT / persoroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.

Ciri dan Sifat PT :

– kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi
– modal dan ukuran perusahaan besar
– kelangsungan hidup perusahaan pt ada di tangan pemilik saham
– dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham
– kepemilikan mudah berpindah tangan
– mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai
– keuntungan dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk dividen
– kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham
– sulit untuk membubarkan PT
– pajak berganda pada pajak penghasilan / pph dan pajak deviden

4. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

Adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam usaha apapun yang sebagian/ seluruh modalnya merupakan kekayaan negara, keculai jika ditentukan lain berdasarkan UU, BUMN adalah bentuk badan usaha hukum yang tunduk pada macam hukum indonesia,

Ciri-ciri Utama BUMN adalah;
1.Tujuan utama usaha melayani kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan ,
2. Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan UU,
3. pada umumnya bergerak dalam jasa vital,
4. Mempunayi nama dan kekayaan sendiri serta bebas bergerak untuk mengikat suatu perjanjian kontrak, serta hubungan dengan pihak lain,
5. Dapat dituntut dan menuntut, sesuai dengan ayat dan pasal dalam hukumperdata,
6. Seluruh/sebagian modalnya dimiliki Negara serta dapat memperoleh dana dari pinjaman dalam dan luar Negeri/ dari masyarakat dalam bentuk obligasi,
7. Setiap tahun perusahaan menyusun laporan tahunan yang memuat neraca dan laporan R/L untuk disampaikan kepada yang berkepentingan.

5.Koperasi

Adalah suatu bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang/ badan hukum koperasi yang berlandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.Tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur,dan berlandaskan Pancasila dan UUD’45

Prinsip Koperasi:
a. keanggotaan bersifat sukarela,
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis,
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa masing-masing anggota ,
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal,
e. Kemandirian.

Pengelompokan Koperasi;
1. Koperasi produksi, yaitu para anggotanya terdiri dari para produsen barang/jasa
2. Koperasi konsumsi, yaitu koperasi yang bergerak dalam bidang penyediaan bahan pokok,
3. Koperasi simpan-Pinjam,
4. koperasi serba usaha.
Koperasi diIndonesia dikelompokkan menjadi 4, yaitu:
1. Koperasi primer,
2. Pusat Koperasi,
3. Gabungan Koperasi,dan
4. Induk koperasi.
Pihak-pihak yang terlibat dalam menentukan maju mundurnya koperasi antara lain;
a. Rapat anggota(Pemegang kuasa)
b. Pengurus,dan
c. Pengawas.

  1. 1. Bank Century sebagai Badan Usaha berbentuk PT

Seperti yang telah dijabarkan diatas tadi dapat kita ketahui bahwa bentuk badan usaha Bank Century itu sendiri adalah badan usaha berbentuk PT seperti yang dijabarkan diatas tadi banyak macam-macam bentuk usaha seperti perusahaan perseorangan, firma, comanditer, dan perseroan terbatas. Badan usaha berbentuk PT itu sendiri haruslah berbadan hukum yang sah, dan memiliki modal usaha yang terpisah dari kekayaan pribadi pemiliknya. Bank Century sebagai salah satu bank bagi masyarakat di Indonesia adalah berbentuk PT yang berbadan hukum sah dan tetap.

BAB III

BANK SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN BERDASARKAN UU NOMOR 10 TAHUN 1998

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya;

2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;

3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;

4. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;

5. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank

berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat

deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

6. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan

pemindahbukuan;

7. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu

tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank;

8. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti

penyimpanannya dapat dipindahtangankan;

9. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut

syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,

dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu;

10. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas

kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari

penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar

uang;

11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersama-kan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga;

12. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan

yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan atau bagi hasil;

13. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank

dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha,

atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan

berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang

dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal

berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya

pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh

pihak lain (ijarah wa iqtina);

14. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak

antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang

bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut;

15. Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum

untuk mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan perjanjian

antara Bank Umum dengan emiten surat berharga yang bersangkutan;

16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank;

17. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam

bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan;

18. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;

19. Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab

kepada kantor pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang

jelas dimana kantor cabang tersebut melakukan usahanya;

20. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam undang-undang yang berlaku;

21. Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang yang berlaku;

22. Pihak Terafiliasi adalah:

a. anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya, pejabat, atau

karyawan bank;

b. anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau

karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik,

penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya;

d. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi

pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga

Komisaris, keluarga pengawas, keluarga Direksi, keluarga pengurus;

23. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada

bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan

Prinsip Syariah;

24. Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan

kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui skim asuransi,

dana penyangga, atau skim lainnya;

25. Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap

mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank

lainnya dengan atau tanpa melikuidasi;

26. Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara

mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa

melikuidasi;

27. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank;

28. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

BAB IV

SUMBER DANA BANK

Fungsi sebuah bank adalah sebagai Financial Intermediary / perantara keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat (to receive deposits) yang kelebihan dana (surplus) dan menyalurkan kredit (to make loans) kepada pihak yang membutuhkan (defisit).

Bagi sebuah bank sebagai suatu lembaga keuangan, dana merupakan darah dalam tubuh badan dan persoalan paling utama. Dana bank / loanable fund merupakan sejumlah uang yang dimiliki atau aktiva lancar yang dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya dan setiap waktu dapat diuangkan. Uang tunai yang dimiliki bank tidah hanya berasal dari modal bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari pihak lain yang dititipkan atau dipercayakan pada bank yang sewaktu-waktu akan diambil kembali baik sekaligus maupun secara berangsur-angsur.

Sumber-sumber dana dapat berasal dari :

1. modal sendiri yang berasal dari para pemegang saham (pihak kesatu). Dana modal sendiri terdiri dari beberapa pos yaitu : modal disetor yaitu uang yang disetor secara efektif oleh pemegang saham pada saat bank didirikan, agio saham yaitu nilai selisih jumlah uang yang dibayarkan oleh pemegang saham baru dibandingkan dengan nilai nominal saham, cadangan – cadangan yaitu sebagian laba bank yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan laba ditahan.

2. Dana pinjaman dari pihak luar (pihak kedua) yaitu dapat berupa call money / pinjaman harian antar bank, pinjaman biasa antar bank, pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKKB) dan pinjaman dari Bank sentral (BI)

3. Dana berupa simpanan dari masyarakat (pihak ketiga)

Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% – 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank) dana tersebut terdiri atas Giro (demand deposit), deposito (time deposit) dan tabungan (saving).

Dana yang sudah diperoleh tersebut akan dugunakan dalam seluruh kegiatan operasional bank. Prioritas utama dalam alokasi dana adalah menempatkan dana untuk memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia yang disebut primary reserve / cadangan primer yang pembentukannya dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum, keperluan operasi bank, semua penarikan simpanan, permintaan pencairan kredit dari masyarakat, penyelesaian kliring antar bank dan kewajiban-kewajiban bank lainnya yang harus segera dibayar. Yang kedua yaitu penempatan dana dalam noncash liquid asset (aset liquid yang bukan kas) yang dapat memberikan pendapatan kepada bank dan terdiri atas surat-surat berharga paling likuid yang setiap saat dapat dijadikan uang tunai tanpa mengakibatkan kerugian pada bank yaitu surat berharga pasar uang (SPBU), sertifikat Bank Indonesia (SBI), surat berharga jangka pendek lainnya. Cadangan sekunder dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek bank (penarikan simpanan oleh deposan, pencairan kredit dalam jumlah besar), dan sebagai tambahan apabila cadangan primer tidak mencukupi. Kebutuhan likuiditas ini tidak semuanya dapat diperkirakan sehingga ditanamkan dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek yang mudah diperjuabelikan.

Prioritas ketiga dalam alokasi dana bank yaitu penyaluran kredit (loan). Tujuan utamanya yaitu mendapatkan keuntungan yang optimal serta menjaga keamanan atas dana yang dipercayakan nasabah penyimpan dana di bank. Fungsi kredit yang diberikan kepada masyarakat adalah meningkatkan daya guna uang, meningkatkan daya guna barang, meningkatkan peredaran dan lalulintas uang, salah satu instrumen untuk menstabilkan ekonomi,menstimulir kegiatan ekonomi masyarakat, meningkatkan pendapatan nasional, menggerakan hubungan ekonomi masyarakat.

Kredit merupakan aktivitas bank yang palin utama dalam menghasilkan keuntungan yang diperoleh dari tingkat bunga kredit, konsekuensinya bank juga harus memperhatikan resiko yang akan timbul dari pemberian kredit seperti kredit macet.

Yang keempat, alokasi dana bank dapat juga dilakukan dengan menempatkan sejumlah dana tertentu pada investasi portofolio yaitu penanaman dalam bentuk surat-surat berharga jangka panjang atau surat-surat berharga yang berlikuiditas tinggi yang bertujuan untuk memberikan tambahan pendapatan dan likuiditas bank yaitu dalam bentuk obligasi dengan berbagai jenisnya. Yang perlu diperhatikan dalam portofolio investment yaitu tingkat bunga, capital gain yang mungkin bisa diraih, kualitas atau keamanan, mudah diperjualbelikan, jangka waktu jatuh tempo, pajak yang harus dibayar, diversifikasi, dan ekpektasi.

Kelima, dengan melakukan penanaman dalam bentuk aktiva tetap (fixed assets) seperti pembelian tanah, pembangunan gedung kantor bank, peralatan operasional bank, kendaraan bermotor dan aktiva tetap lainnya. Selain itu termasuk aktiva tetap dalam bentuk hardware, software, konsultan, bantuan teknis dan lain-lainnya yang ditujukan untuk memperlancar kegiatan operasional bank.

BAB V

STUDI KASUS PENYELEWENGAN DANA DALAM BANK CENTURY

  1. 1. Kronologis Kasus Penyelewengan Dana Bank Century

Awal mula kasus Bank  Century adalah saat tahun 2008, saat itu sedang terjadi krisis global meskipun memang Indonesia tidak telalu mengalami dampak yang begitu besar namun salah satu bank di Indonesia terkena dampak yang amat parah hingga hampir dipastikan untuk likuidasi, oleh karena melihat itu Menteri Keuangan yang menjabat yakni Sri Mulyani mengatakan bahwa bank ini harus diselamatkan atau kalau tidak akan berdampak kepada bank-bank lain di Indonesia. Oleh karna itu pemerintah mengajukan dana talangan atau bailout untuk Bank Century sebesar 6,7 triliun Rupiah. Namun DPR hanya menyetujui dana talangan Bank Century sebesar 1,2 triliun.

Pada saat itu Bapak Budiyono (yang sekarang merupakan wakil presiden RI) sewaktu menjabat sebagai gubernur BI menyetujui permintaan pemerintah,msaat uang mulai dicairkan mulai terjadi keanehan pada aliran dana Bank Century ini,mulai dari tidak adanya badan atau lembaga yang mengawasi perkembangan dana dan Bank Century, Uang Nasabah yang dibawa lari oleh orang asing pemilik bank century,adanya kabar uang itu diterima oleh beberapa nasabah besar ,terlantarnya para nasabah-nasabah century hingga saat ini yang masih menuntut hak mereka,kasus kriminalisasi kpk,hingga kabarnya ada partai politik yang menerima aliran dana itu.

  1. 2. Perkembangan Kasus Bank Century

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan hasil audit tentang masalah pemberian bantuan pemerintah terhadap Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Menurut hasil audit badan itu, ada indikasi penyelewengan dana kurang lebih Rp 3,4 triliun dari dana Rp 6,7 triliun tersebut. Pemerintah dan BI juga telah menyampaikan klarifikasi terhadap hasil audit tersebut.

Namun penelusuran terhadap akar masalah Bank Century khususnya dan bank-bank lain yang sedang dan akan terjadi serta bagaimana langkah seharusnya yang ditempuh tetap penting dilakukan agar kejadian serupa kasus Bank Century tak terulang.

Akar masalah perbankan di Indonesia pertama-tama bisa ditelusuri dari kebijakan umum tentang perbankan. Arah kebijakan perbankan tersebut adalah liberalisasi. Tonggak dari liberalisasi perbankan di Indonesia adalah dua kebijakan liberalisasi yang monumental yaitu liberalisasi perbankan 1 Juni 1983 dan Paket Oktober 1988 (ada yang menyebut Pakto 1988).

Kebijakan Liberalisasi I Juni 1983 antara lain membebaskan bank untuk menentukan suku bunga, baik suku bunga kredit maupun simpanan. Sebelumnya baik suku bunga simpanan maupun kredit ditentukan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter. Akibatnya bank-bank berlomba-lomba menawarkan suku bunga simpanan yang tinggi disertai berbagai macam hadiah dan suku bunga kredit yang menarik tanpa mempertimbangkan kesehatan usahanya.

Sedangkan Paket Oktober 1988 melonggarkan syarat-syarat pendirian sebuah bank antara lain syarat minimal modal disetor yang sangat rendah. Tampaknya kebijakan ini tidak dipikirkan secara matang tentang masalah potensial yang akan timbul.

Akibatnya karena saking mudahnya orang mendirikan bank maka ada gurauan di tengah masyarakat waktu itu bahwa tukang kelontong pun bisa mendirikan bank. Akibat lebih lanjut adalah berdirinya banyak sekali bank, bahkan Indonesia waktu itu disebut negara yang terbanyak jumlah banknya, tetapi tidak diikuti dengan tingkat kesehatan bank yang baik. Maka setelah itu banyak bank-bank yang tutup dan beberapa diambil alih atau dibantu oleh pemerintah.

Setelah dua kebijakan yang monumental dan liberal tersebut yang ternyata menimbulkan berbagai masalah maka BI berusaha kembali memperketat aturan agar kondisi perbankan sehat. Kebijakan yang terbaru adalah ditetapkannya cetak biru kebijakan perbankan yang disebut sebagai Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

Tetapi di samping banyak kebijakan pengendalian – termasuk API – yang belum dilaksanakan, kebijakan-kebijakan pengendalian yang sudah dilaksanakan untuk mengerem dampak negatif dari kebijakan 1 Juni 1983 dan Pakto 1988 pun tak sepenuhnya berhasil. Karena tampaknya sudah telanjur bahwa dampak negatif Kebijakan 1 Juni 1983 dan Pakto 1988 berlari lebih cepat dari kebijakan untuk menanggulanginya. Bisa diibaratkan BI seperti berlari mengejar layang-layang putus.

Akar kedua dari berbagai masalah perbankan di Indonesia adalah sifat industri perbankan sendiri yang rentan terhadap penyelewengan dan gejolak ekonomi serta keuangan. Beberapa sifat tersebut adalah: pertama, bank merupakan perantara antara mereka yang kelebihan dana dan disimpan dan mereka yang membutuhkan dana atau debitur. Jadi sebenarnya bank tidak mengelola modal atau uangnya sendiri.

Oleh karena itu dalam industri perbankan ketentuan internasional (yang ditetapkan oleh Bank for International Settlement atau BIS) untuk rasio modal sendiri terhadap total modal atau dikenal dengan capital adequacy ratio (CAR) hanya 8 persen. Angka 8 persen artinya bank cukup punya modal sendiri 8 persen dari total modal yang disetor. Akibatnya begitu ada rumor atau masalah ekonomi yang menyebabkan deposan menarik uangnya secara beramai-ramai maka bank akan mengalami kesulitan.

Kedua, industri perbankan adalah industri kepercayaan. Artinya unsur kepercayaan baik dari deposan (yang menyimpan uang) maupun dari debitur (yang meminjam uang) sangat penting. Sekali kepercayaan terhadap sebuah bank luntur, akan sangat sulit untuk memulihkannya kembali dan hal tersebut akan merembet pada bank-bank lainnya.

Menarik Dananya Kita masih ingat ketika awal krisis tahun 1997 waktu itu banyak deposan yang menarik dananya dari bank dan memilih menyimpan uangnya di kotak penyimpanan uang atau safe deposit box. Banyak bank yang waktu itu mengalami kesulitan likuiditas sehingga mencoba ”merayu” deposan dengan meningkatkan suku bunga simpanannya. Rata-rata waktu itu suku bunga simpanan sampai mencapai 60 persen. Tetapi tampaknya meskipun dirayu dengan suku bunga tinggi tingkat kepercayaan deposan tidak begitu saja pulih. Deposan- waktu itu – tidak juga mau mengembalikan dana yang disimpannya di kotak penyimpanan uang ke rekening tabungan di bank. Baru setelah pemerintah mengumumkan akan menjamin simpanan di bank lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) maka kepercyaan deposan kembali pulih. Dalam kasus Century dapat kita lihat bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemerintah menyebabkan Pemerintah harus mengeluarkan dana talangan sebesar Rp 6,76 triliun untuk mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar yang diperkirakan mencapai Rp 30 triliun. Artinya jika Pemerintah tidak melakukan bail out terhadap Bank Century kemungkinan kerugian dan biaya yang harus ditanggung oleh Pemerintah diperkirakan malah akan membengkak dan mencapai Rp 30 triliun. Dana talangan tersebut berasal dari LPS yang modal awalnya berasal dari keuangan Negara sehingga kasus seperti ini mempunyai dampak risiko kepada Keuangan Negara secara langsung.

Ketiga, bisnis perbankan adalah bisnis yang secara langsung bersentuhan dengan uang. Maka hal tersebut akan memancing tindakan-tindakan kejahatan dari berbagai pihak untuk menyelewengkan uang bank untuk kepentingan pribadi. Akar ketiga dari masalah perbankan di Indonesia adalah lemahnya pengawasan oleh BI terhadap bank umum. Dalam kasus Bank Century, hasil audit BPK mengungkapkan bahwa pengawasan BI terhadap Century sangatlah lemah.

Lemahnya pengawasan terlihat dalam beberapa hal: pertama, Century sebenarnya merupakan bank hasil merger dari beberapa bank yang kurang sehat yaitu Bank Danpac, Bank Piko, dan Bank CIC. Setelah merger, mestinya BI mengawasi secara ketat Century karena sejak awal merupakan gabungan bank-bank yang kurang sehat tetapi tampaknya itu tidak dilakukan.

Kedua, mestinya BI juga menerapkan secara ketat fit and proper test kepada mereka yang duduk di manajemen Century. Tetapi tampaknya hal tersebut juga tidak dilakukan. Hat tersebut terbukti dari berbagai tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh pihak manajemen Century antara lain: pemberian kredit tanpa prosedur yang benar, penerbitan L/C fiktif, penggunaan uang nasabah untuk investasi di usaha dan surat berharga yang buruk, penggelapan uang nasabah, dan lain-lain.

Ketga, dari hasil audit BPK juga terungkap bahwa Century selama periode tahun 2005 – 2008 telah melakukan pelanggaran berbagai ketentuan perbankan tetapi tidak mendapatkan sanksi atau teguran dari BI.

Lemahnya pengawasan BI ini ada yang menyatakan karena BI ”terpecah” tuganya yaitu antara tugas utama menjaga stabilitas nilai rupiah (dalam arti inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil) dengan tugas tambahan yaitu mengawasi perbankan. Pernah ada wacana bidang pengawasan bank diserahkan ke badan bernama Otoritas Jasa Keuangan yang sampai sekarang belum didirikan.

Aturan Bail Out Akar keempat dari masalah perbankan pada umumnya dan Bank Century pada khususnya adalah belum jelasnya aturan tentang talangan bagi bank yang bangkrut (bail out). Dalam pertimbangan untuk membantu Century, baik BI maupun pemerintah bersikukuh bahwa bangkrutnya Century sifatnya sistemik, artinya jika tidak dibantu maka akan menyeret sekitar 23 bank lain. Menurut BI definisi systemic risk adalah adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo sehingga menyebabkan peserta lain juga mengalami kesulitan likuiditas yang pada gilirannya menjadi tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya. Bank Indonesia mendasarkan dampak kriteria systemic risk pada 5 (lima) hal yaitu 1) Dampak pada institusi keuangan, 2) Dampak pada pasar keuangan, 3) Dampak pada sistem pembayaran, 4) Dampak pada psikologi pasar, dan 5) Dampak kepada sektor riil.

Sebenarnya terjadinya systemic risk tersebut merupakan kemungkinan yang bisa terjadi atau tidak terjadi sama sekali. Probabilitas dari terjadinya systemic risk ini akan meningkat apabila kondisi perekonomian dan perbankan secara global sedang tidak sehat.

Tetapi tidak pernah dijelaskan apa kriteria sistemik dalam kasus tersebut. Tampaknya kriteria sistemik – yang merupakan salah satu bagian dari UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang sekarang digodok DPR – merupakan salah satu bagian krusial sehingga UU tersebut belum disahkan. Implikasi Pertama, bagaimanapun perbankan harus diatur secara ketat karena liberalisasi terbukti berdampak negatif dan sifat-sifat bank yang rentan gejolak dan penyelewengan. Maka API harus segera dilaksanakan.Kedua, segera bentuk lembaga OJK dan serahi tugas untuk mengawasi bank sehingga pengawasan akan lebih efektif. Ketiga, kriteria dampak sistemik bangkrutnya sebuah bank perlu diperjelas dalam UU JPSK sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

BAB VI

PENUTUP

  1. 1. Kesimpulan

Dari makalah Penulis yang berjudul “Lembaga Keuangan Bank dan Kasus Penyelewengan Dana Bank Century” dapat dikatakan yang dibahas didalam makalah ini adalah tepatnya mengenai berbagai macam teori yang menyangkut badan-badan usaha, maupun teoritis mengenai perbankan dan kasus konkrit dalam permasalahan dalam salah satu bank di Indonesia yaitu Bank Century. Dalam makalah ini diulas mengenai berbagai macam baik teoritis maupun contoh kasus salah satunya yang sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat yaitu penyelewengan dana Bank Century sebagai salah satu kelemahan sebagai dampak dari pengawasan baik dari dalam organisasi itu sendiri, kebijakan yang menyangkut perbankan, dan masyarakat luas pula. Hal tersebut menjadi salah satu kelemahan dalam pengoperasian usaha perbankan khususnya pada Bank Century yang selanjutnya menjadi masalah yang global yang harus ditangani oleh pemerintah karena merupakan salah satu permasalahan besar yang meliputi masyarakat Indonesia. Dalam makalah yang berjudul “Lembaga Keuangan Bank dan Kasus Penyelewengan Dana Bank Century” diulas mengenai kronologis kasus permasalahan Bank Century hingga penyebab dari penyelewengan dana hingga 6.7 Triliun tersebut. Yang disertai dengan dasar-dasar teori lainnya yang bersangkut paut tentang perbankan di Indonesia juga beserta peratutan Undang-Undang pemerintah yang mengaturnya.

2. Saran

Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam makalah yang berjudul “Lembaga Keuangan Bank dan Kasus Penyelewengan Dana Bank Century” ini maka itu dengan kerendahan hati, Penulis memohon kepada para pembaca agar selayaknya dapat memberikan kritik dan saran yang membangun yang berguna bagi pelajaran untuk Penulis di kemudian hari.

Penulis juga ingin mengemukakan saran yang mungkin kiranya menyangkut tentang kondisi perbankan di Indonesia, dapat dikatakan bahwa sekarang ini masih lemahnya pengawasan bagi bank-bank di Indonesia, sehendaknya dapat diperkuat dan diperketat lagi pengawasannya agar tidak terjadinya kasus-kasus serupa yang melemahkan kondisi perekonomian di Indonesia dan melemahkan kepercayaan publik terhadap perbankan dan Pemerintah. Sekian dan terima kasih.